Hati-Hati! 5 Gaya Kepemimpinan Ini Berbahaya Buat Kemajuan Perusahaan

Gaya kepemimpinan menjadi indikator penting untuk memajukan perusahaan (Shutterstock).

Gak cuma performa para pegawai, gaya kepemimpinan seorang manajer juga berdampak langsung pada kemajuan bisnis. Kalau kamu seorang manajer, ada baiknya hindari sifat-sifat atau kebiasaan yang buruk.

Banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia maupun di luar menjadi sukses berkat kepemimpinan yang tepat. Steve Jobs misalnya, selama menjabat sebagai bos Apple, ia dikenal sebagai pemimpin yang keras, bahkan sering sekali tidak menerima masukan dari siapapun.

Beruntung kreativitasnya berbanding lurus dengan sikap kerasnya itu. Meski gaya kepemimpinannya itu terkenal buruk, tapi nyatanya ia mampu membawa Apple menjadi perusahaan paling bernilai di dunia.  

Lain dengan Steve Jobs, bos Microsoft, Bill Gates ternyata justru menjadi pemimpin yang sangat pendengar. Karena gak sekreatif Steve Jobs, ia lebih bersikap terbuka dengan ide-ide baru yang dimiliki anak buahnya. Oleh karenanya kini Microsoft berubah menjadi raksasa dengan berbagai macam produk unggulan.

Nah itu dia, dua sifat kepemimpinan yang bertolak belakang, namun bisa meraih kesuksesan yang sama. Kali ini, kita gak akan ngebahas sifat pemimpin yang ideal dan baik, tapi justru ingin mengulas tentang gaya kepemimpinan yang buruk bagi seorang manajer. Karena hal tersebut berpotensi merusak hubungan antara atasan dan bawahan, bahkan bisa merusak visi misi bisnis. Apa saja?

Baca juga: Ini yang Perlu Dilakukan Milenial untuk Membangun Kekayaan dengan Cepat

1. Sering ngomelin bawahan di depan umum

Gaya kepemimpinan
Sering marah dengan bawahan secara langsung (Shutterstock).

Kritik memang hal yang baik, karena kritikan bisa membuat seseorang lebih berkembang lagi. Tapi, sebagai manajer, jangan sampai kamu permalukan bawahan di muka umum atau rekan kerja lainnya.

Jika menurut kamu itu adalah hal yang tepat, kamu salah besar. Karena gaya kepemimpinan seperti ini berpotensi mengganggu mental bawahan. Alhasil, bawahanmu justru jadi gak fokus mengerjakan setiap tanggung jawabnya. Cara kritik seperti ini sangat tidak bijak dan gak patut untuk dilakukan.

Kalau kebiasaan seperti ini terus kamu lakukan, hal ini justru bisa merusak hubungan kerja antara kamu dengan bawahan. Lama-lama dia juga jadi gak respek sama kamu dan sulit untuk diajak kerja sama. Duh, bakal ribet banget tuh kalau koordinasi antara atasan dan bawahan terganggu.

Langkah terbaiknya adalah sampaikan kritik secara privasi. Ajak karyawan tersebut ke ruanganmu dan biarkan dia bercerita apa kendala yang membuat performanya kurang maksimal. Lalu beri masukan yang masuk akal dan membangun.

2. Gaya kepemimpinan yang tertutup dan menyimpan informasi tentang perusahaan ke tim

Gaya kepemimpinan
Pimpinan dengan gaya tertutup (Shutterstock).

Banyak manajer yang menilai karyawan ada untuk menyelesaikan tugas-tugas yang ia berikan. Oleh karenanya, mereka selalu menutup dan bahkan tidak membahas tentang kondisi perusahaan ke bawahan.

Anggapan itu ternyata salah besar lho. Ternyata bawahan, bahkan tenaga kebersihan sekalipun sangat penasaran dan ingin tahu tentang kondisi perusahaan. Mulai dari keuntungan yang didapat, masalah-masalah yang dihadapi, dan tentunya visi misi perusahaan ke depannya.

Dengan mengetahui kondisi perusahaan, justru membuat para bawahan bekerja lebih baik lagi. Karena ada konteks yang jelas, ke mana arah tugas-tugas yang mereka kerjakan selama ini.

Baca juga: Hati-Hati! 5 Kata Sepele Ini Bisa Menghambat Karier Kamu Lho!

3. Memberi kritik tanpa solusi

Gaya kepemimpinan
Memberi kritik tanpa solusi (Shutterstock)

Kritikan adalah indikator terpenting untuk meningkatkan kinerja seseorang. Namun, kalau sekedar kritikan saja mungkin gak berarti apa-apa. Banyak manajer yang kerjaannya hanya ngomel-ngomelin bawahan ketika kerjaan mereka gak beres.

Setelah ngomel, minta bawahannya memperbaiki tapi gak memberikan solusi bagaimana caranya agar pekerjaan tersebut menjadi lebih baik. Tipe-tipe gaya kepemimpinan yang kaya gini ini yang paling dibenci bawahan.

Kalaupun lagi gak ada ide sebuah solusi, coba ajak bawahanmu menyelesaikan masalah bersama. Diskusikan untuk mencari pokok permasalahan dan cara terbaik mengatasinya. Dengan begini, wibawamu sebagai manajer tidak akan hilang dan bawahan juga jadi merasa dihormati.

4. Narsis, sering mengklaim keberhasilan secara individu

Gaya kepemimpinan
Narsis dan suka memuji keberhasilan sendiri (Shutterstock).

Gak sedikit manajer yang berkelakuan seperti ini. Ketika sebuah proyek yang dipimpinnya berhasil diselesaikan dengan sempurna dan mendapatkan apresiasi baik, seorang manajer langsung narsis dan membesar-besarkan dirinya di kolega lainnya.

Memang gak ada salahnya sih mengakui keberhasilan diri sendiri, tapi ini kan kerja tim. Yang menguras keringat bukan hanya pemimpin, tapi juga bawahan lainnya.

Sikap narsis ini bikin hubungan antara atasan dan bawahan renggang, karena dinilai tidak memiliki rasa menghargai. Khawatirnya, bawahan jadi malas bekerja, malas berinovasi lebih, dan malas mencurahkan kreativitasnya karena merasa tidak dihargai.

Untuk menghindari hal ini, sebagai manajer, cobalah untuk memberikan penghargaan lebih ke bawahan. Puji kinerja mereka ketika berhasil menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

Baca juga:

5. Cuek, gak tahu apa yang dikerjakan bawahannya

Gaya kepemimpinan
Cuek dan gak tahu menahu kerjaan bawah (Shutterstock).

Duh ini nih gaya kepemimpinan yang bahaya banget buat kemajuan bisnis perusahaan. Sebagai manajer, cuek terhadap cibiran dan cercaan dari kompetitor sih gak masalah, tapi jangan sampai kamu cuek sama kerjaan bawahan.

Sampai-sampai kamu gak tahu apa saja yang sedang dikerjakan bawahanmu dan progres yang telah mereka lalui. Kalau tiba-tiba kerjaan mereka salah semua gimana? Kamu juga yang bakal kena semprot sama bos-bos kan.

Itu tadi lima gaya kepemimpinan yang buruk dan bisa mengganggu proses bisnis perusahaan. Semoga saja lima sifat tersebut gak ada di diri kamu ya. Kalaupun ada, segera berubah sebelum hubungan kamu dengan bawahan retak atau perusahaanmu gulung tikar. (Editor: Winda Destiana Putri).