Apa yang Musti Dipertimbangkan dalam Jual Beli Rumah Warisan
Sengketa soal warisan sering menjadi tema sinetron di Indonesia. Percaya atau tidak, sengketa ini juga sering terjadi di kehidupan nyata. Sengketa ini di antaranya muncul saat terjadi jual beli rumah warisan.
Cekcok ini biasanya terjadi lantaran pihak penjual maupun pembeli sama-sama kurang memahami tentang aturan jual beli rumah warisan. Tapi tak tertutup kemungkinan penjualnya sengaja berbuat nakal demi mendapat keuntungan secara sepihak.
Agar tidak terpeleset ketika hendak jual beli rumah warisan, sebaiknya kita sebagai pembeli maupun penjual memahami dulu hukum transaksi tersebut. Simak tips jual beli rumah warisan di bawah ini:
1. Surat keterangan waris
Sebelum sebuah rumah atau tanah warisan bisa dijual-belikan, harus ada Surat Keterangan Waris yang disaksikan pihak berwenang. Surat yang dipegang pihak penjual ini berisi keterangan siapa saja ahli waris seseorang yang telah meninggal. [Baca: Perhatikan Kelengkapan Surat Saat Membeli Rumah Biar Tak Menyesal]
Menurut SK Depdagri Direktorat Pendaftaran Tanah No. DPT/12/63/12/69 juncto Pasal 111 ayat 1C butir 4 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997, pihak yang berwenang menjadi saksi pembuatan Surat Keterangan Waris adalah:
2. Kumpulkan semua ahli waris
Jika ahli waris rumah tersebut lebih dari satu orang, semuanya harus berkumpul untuk menandatangani Akta Jual Beli di kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan kelak jika transaksi jual beli sudah selesai.
Misalnya saja salah satu ahli waris tiba-tiba menuntut hak atas rumah tersebut. Padahal ahli waris lain sudah menjual kepada orang lain.
Kalau ada ahli waris yang berhalangan hadir saat penandatanganan Akta Jual Beli, dia bisa diwakilkan dengan syarat ada surat kuasa darinya. Pemberian kuasa ini harus dilakukan di hadapan notaris. Mungkin juga salah satu ahli waris diberi kuasa oleh ahli waris lain untuk menandatangani Akta Jual Beli.
3. Surat keterangan kematian
Sebelum membeli rumah warisan, kita harus menanyakan surat keterangan kematian pewaris rumah tersebut. Hal ini untuk memastikan bahwa yang memiliki rumah tersebut benar telah meninggal.
Surat keterangan kematian yang resmi mendapat tanda tangan dan cap dari kantor dinas kependudukan dan catatan sipil setempat.
4. Hindari perantara
Dalam transaksi jual beli rumah warisan, tidak disarankan penggunaan perantara. Semua proses harus dilakukan sendiri oleh pihak pembeli dan penjual, kecuali ada surat kuasa.
Selain itu, untuk berjaga-jaga jika kelak terjadi masalah, dokumentasikan setiap proses transaksi dengan foto atau video.
5. Pengingkaran janji
Perjanjian jual beli rumah selain melalui dokumen resmi kadang diselipi dengan kesepakatan secara lisan. Perjanjian semacam ini tetap sah di mata hukum, dan pelanggarnya bisa diperkarakan.
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur bahwa suatu perjanjian sah apabila:
Di situ tidak ada keterangan bahwa perjanjian yang sah adalah yang dilakukan secara tertulis. Karena itu, jika ada yang mengingkari janji dalam transaksi jual beli rumah, dia bisa dilaporkan melakukan penggelapan menurut Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Jika dalam proses pengadilan dia terbukti melakukan pelanggaran pidana, kita bisa menuntutnya lagi dengan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penuntutan ini berguna untuk meminta ganti rugi atas hak kita yang telah dilanggar oleh pihak tersebut.
Proses jual beli rumah warisan sedikit lebih rumit ketimbang transaksi rumah non-warisan. Karena itu, kita tidak bisa main-main ketika terlibat dalam transaksi ini. [Baca: Prosedur Beli Rumah Bekas dari Orang]
Dengan bersikap cermat kita bisa lebih menjamin masa depan keuangan kita. [Baca: Beli Rumah Murah di Jakarta Masih Bisa Kok, Begini Caranya…]
Image credit: