Beli Apartemen Bersubsidi di Jakarta Cuma Bisa Dikabulkan dengan 6 Syarat Ini

Apartemen jenis studio (Shutterstock).

Memang, ya, yang namanya manusia itu banyak yang suka cari celah buat melakukan hal yang menguntungkan diri sendiri. Gak peduli walau tindakan itu bikin orang lain rugi.

Contohnya beli apartemen bersubsidi di Jakarta, padahal duitnya sebenarnya cukup buat beli apartemen nonsubsidi. Alasannya apa lagi kalau bukan harganya yang miring.

“Biar ngirit, bisa buat investasi,” begitu mereka bilang. Tapi, entah sadar entah gak, dengan membeli unit apartemen bersubsidi, mereka sudah merebut hak orang lain yang lebih pantas membelinya, yaitu masyarakat berpenghasilan rendah.

[Baca: Gaji 4 Juta Bisa Beli Rumah, Nyicil Maksimal 20 Tahun]

Apalagi kalau sampai unit itu disalahgunakan. Contohnya sebagai markas prostitusi, seperti yang pernah terjadi di salah satu apartemen bersubsidi di Jakarta Selatan.

Yaaa, mungkin mereka gak bisa sepenuhnya disalahkan. Habisnya, pemerintah yang punya program apartemen yang dulu namanya rumah susun sederhana milik (rusunami) itu juga gak tegas dalam melaksanakan aturan.

Untungnya, pemerintah sekarang sudah mulai serius dalam menyikapi penyalahgunaan apartemen murah meriah tersebut. Gak sembarang orang bisa beli apartemen bersubsidi.

Syarat yang dipatok buat peminat apartemen bersubsidi di semua bank penyedia layanan ini sama. Kita ambil contoh aturan dari Bank Tabungan Negara berikut ini:

1. Warga negara Indonesia dan berdomisili di Indonesia

Peminat apartemen bersubsidi harus punya kartu tanda penduduk Indonesia. Kalau KTP-nya bukan dari lokasi apartemen itu, dia wajib mengubah KTP itu menjadi warga lokasi apartemen.

Misalnya Budi pengin beli apartemen bersubsidi di daerah Cakung, Jakarta Timur. Tapi KTP-nya Tangerang. Agar bisa beli apartemen itu, dia harus mengurus dulu KTP Jakarta alias tinggal di Jakarta, bisa di rumah kos atau kontrakan.

KTP jakarta
Kalau KTP-nya Semarang, beli apartemen bersubsidinya ya di Semarang. Kalau mau beli di Jakarta, bikin dulu KTP Jakarta

Selain itu, dia harus tinggal di Indonesia. Jadi, tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri gak bisa beli apartemen ini karena gak berdomisili di Indonesia.

2. Telah berusia 21 tahun atau telah menikah

Nah, yang belum berusia 21 tahun tapi ngebet pengin punya apartemen ini, buruan nikah. Tapi jangan lupa memperhitungkan dampak pernikahan dini itu.

Pokoknya, kalau belum berusia 21 tahun dan belum menikah, gak boleh beli apartemen bersubsidi. Kalau yang di atas 21 tahun, meski belum menikah, ya boleh dong.

3. Belum pernah punya rumah dan belum pernah dapat subsidi pembelian rumah dari pemerintah

Investor properti jelas gak bisa beli apartemen bersubsidi karena pastinya sudah punya rumah pribadi. Pemerintah lewat bank yang menyediakan fasilitas ini akan mengecek data yang diberikan untuk membeli apartemen tersebut.

Jikapun lolos dari pengecekan data, investor properti tetap gak bisa jalan bisnisnya. Sebab ada sanksi yang mengancam buat pembeli apartemen bersubsidi yang menjual/menyewakan unitnya tanpa sepengetahuan Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan.

Sanksi itu bisa berupa denda sampai disuruh mengembalikan apartemen itu ke pemerintah. Masyarakat yang sudah KPR rumah bersubsidi juga gak bisa ambil subsidi lain dari program ini.

4. Gaji maksimal Rp 7 juta

Yang punya gaji Rp 7 juta koma sekian juga gak bakal dibolehin beli unit apartemen bersubsidi. Tapi jangan sampai minta turun gaji kepada bos hanya buat beli apartemen murah ini lho ya. Mending kerja lebih giat biar naik gaji, terus beli apartemen yang lebih wow fasilitasnya.

5. Sudah kerja atau buka usaha minimal 1 tahun

surat keterangan kerja lebih dari 1 tahun
Yang belum setahun kerja, sabar. Nabung dulu aja sampai nunggu setahun. Siapa tahu malah bisa beli apartemen nonsubsidi setelah 1 tahun nabung.

Sabar ya, kalau masa kerjanya belum 1 tahun. Buat pengusaha kecil-kecilan, program ini juga bisa diakses. Pengusaha kelas kakap beli kondotel saja.

[Baca: Investasi Kondotel Apakah Menguntungkan? Ini Rumus Sedehananya]

Syarat ini dipenuhi dengan memberikan surat keterangan kerja (karyawan) atau surat izin usaha perdagangan (SIUP). Kalau dari kalangan profesional, wajib memberikan fotokopi izin praktek.

6. Punya NPWP

Nomor pokok wajib pajak penting buat banyak urusan di Indonesia. Buat kredit sepeda motor, misalnya. Syaratnya perlu NPWP plus bukti SPT tahunan. Nah, apalagi untuk beli properti.

Ketat kan, syaratnya? Jadi gak bisa asal punya duit sekarang buat beli apartemen bersubsidi. Selain menetapkan syarat itu, pemerintah membuat ketentuan pengalihan kepemilikan apartemen bersubsidi. Jadi, pemilik apartemen bersubsidi gak bisa menjual kembali jika gak sesuai ketentuan berikut ini:

  1. Unit telah dihuni selama 20 tahun
  2. Pindah tempat tinggal karena peningkatan ekonomi
  3. Unit merupakan warisan
  4. Diambil alih oleh pemerintah karena cicilan bermasalah
  5. Segala pengalihan kepemilikan harus lewat Pusat Pembiayaan Perumahan (PPP)

Otomatis spekulan yang beli apartemen bersubsidi buat investasi gak punya ruang di sini. Masyarakat berpenghasilan rendah juga gak bisa oper kredit ataupun nyewain unit itu. Kalau ngeyel, ada sanksinya.

Menurut Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 3 Tahun 2014, pihak yang ketahuan mengailhkan kepemilikan hunian bersubsidi ke pihak lain bakal kena denda maksimal Rp 200 juta , huniannya diambil pemerintah, dan disuruh membayar kembali subsidi yang telah diberikan pemerintah! Demikian juga spekulan yang ketahuan.

 

apartemen bukan subsidi (200-300 jutaan)
Yang ngeyel beli apartemen bersubsidi padahal mampu, siap-siap disuruh balikin tu apartemen ke pemerintah

 

 

Buat yang pengin beli apartemen murah, ada kok apartemen sederhana milik (anami) yang dihargai Rp 200-300 jutaan per unit. Apartemen ini memang tersedia buat masyarakat yang gak termasuk mereka yang berhak mendapat subsidi hunian.

Daripada nekat beli apartemen bersubsidi terus kena sanksi, mending beli anami. Main aman saja deh kalau urusannya sudah dengan hukum dan duit.