Kisah Sukses Coco Chanel, Gadis Miskin yang Jadi Ratu Mode Dunia

Coco Chanel (kiri) bersama bangsawan Rusia Dmitri Pavlovich. (Wikimedia Commons)

Hampir tiap artis tajir Indonesia punya tas atau produk fashion karya Coco Chanel. Gak heran, Chanel bisa disebut sebagai brand fashion kelas atas.

Penyuka Chanel jelas harus siap mengeluarkan bujet yang gak sedikit. Salah satu koleksi termahalnya ialah Chanel Diamond Forever Tote Bag. Tas berbahan kulit buaya putih asli tersebut ditaburi 334 berlian dan emas 18 karat.

Harganya? Mencapai US$ 261 ribu atau setara Rp 3,5 miliar! Gak heran kalau akhirnya tas ini masuk dalam jajaran tas termahal dunia.

Sementara buat koleksi Chanel lain, rata-rata dibanderol seharga puluhan juta Rupiah.

Tapi, pernahkah menyangka sosok di balik brand kelas dunia ini ternyata tumbuh dalam kemiskinan? Chanel bahkan menetap di panti asuhan setelah ibunya meninggal dunia.

Gimana Coco Chanel bisa mengubah nasibnya menjadi ratu mode dunia? Yuk, simak ulasan berikut ini.

Dibesarkan biarawati di panti asuhan

Gabrielle Bonheur "Coco" Chanel. (Wikimedia Commons)
Gabrielle Bonheur “Coco” Chanel. (Wikimedia Commons)

Coco Chanel gak lahir dari keluarga berada. Ayahnya, Albert Chanel, cuma seorang pedagang. Sementara ibunya, Eugenie Jeanne Devolle, adalah tukang cuci di sebuah yayasan.

Saat berusia belasan tahun, ibunya meninggal dunia karena penyakit bronchitis. Ia pun dititipkan di panti asuhan oleh sang ayah.

Jadi tukang jahit dan penyanyi kafe

Coco Chanel bersama Winston Churchill. (Wikimedia Commons/US Public Domain)
Coco Chanel bersama Winston Churchill. (Wikimedia Commons/US Public Domain)

Selama enam tahun di panti asuhan Aubazine, Chanel belajar menjahit dari para biarawati. Setelah mahir, ia sempat bekerja sebagai tukang jahit.

Bukan cuma mampu menjahit, Chanel juga ternyata punya suara yang merdu. Ini yang bikin dia punya uang tambahan.

Di saat sepi orderan menjahit, Chanel kerap bernyanyi di pertunjukan kabaret yang sering dikunjungi tentara perang.

Menjual topi

Arthur Edward Capel. (Wikimedia Commons/Mimi Froufrou)
Arthur Edward Capel. (Wikimedia Commons/Mimi Froufrou)

Pada usia 20an, Chanel bertemu dengan Arthur Edward “Boy” Capel, atlet Polo asal Inggris. Capel menawarkan Chanel buat membuka toko topi dengan pendanaan penuh darinya.

Mereka berdua akhirnya menjadi rekan bisnis dan lebih dari itu, menjalin hubungan asmara.

Bisnis topi tersebut berjalan mulus hingga Chanel membuka butik bernama Chanel Modes di Paris. Tiga tahun setelahnya, Chanel membuka butik kembali di Deauville.

Menjadi perancang fashion dunia dengan banyak inovasi

Coco Chanel. (Wikimedia Commons/Marion Pike)
Coco Chanel. (Wikimedia Commons/Marion Pike)

Coco Chanel banyak menciptakan model busana yang belum pernah ada sebelumnya. Mulai dari busana pelaut dengan rok ketat, fashion khusus perempuan berbadan kurus, hingga mantel wanita tanpa sabuk buat bikin pemakainya tampak ramping dan maskulin.

Salah satu karyanya yang terkenal banget adalah little black dress, gaun hitam yang elegan sekaligus mewah. Gaun sepanjang lutut dan tanpa lengan ini dengan cepat menjadi favorit banyak perempuan sekaligus menjadi indikator strata sosial pemakainya.

Meski Chanel sempat vakum dari dunia fashion saat Perang Dunia II, namun ia tetap berkarya hingga usianya gak lagi muda. Pada usia 70 tahun, Chanel kembali ke dunia mode dan meninggal dunia belasan tahun setelahnya.

Sekalipun telah lama tiada, di 2017 lalu, brand Chanel masih mampu menghasilkan revenue hingga $9,62 miliar atau setara Rp 142 triliun.

Demikian kisah inspiratif ratu mode kelas dunia, dari miskin jadi kaya raya.

Kisah Coco Chanel menjadi bukti bahwa kesuksesan gak cuma dimiliki mereka yang terlahir di keluarga kaya. Kesuksesan juga bisa dimiliki oleh siapa aja asal mereka tangguh, gigih, dan percaya terhadap kemampuan yang dimiliki.