Rupiah – Mata Uang Indonesia dan Sejarah Penggunaannya

Mata uang Indonesia, Rupiah

Sebelum resmi menggunakan Rupiah sebagai alat transaksi yang sah, mata uang Indonesia adalah Oeang Republik Indonesia (ORI).

ORI mulai dipakai setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945. Namun, sebelum itu, Indonesia mempunyai sejarah panjang mata uang yang telah dipakai sejak zaman penjajahan.

Nama mata uang Indonesia mirip dengan Rupee India. Itu bukan hal mengherankan karena nama dua mata uang tersebut berasal dari akar bahasa yang sama, yaitu bahasa Sansekerta rupyakam (रूप्यकम्) yang berarti perak.

Nama rupiah digunakan karena kuatnya pengaruh budaya India dan penggunaan bahasa Sansekerta di Indonesia pada masa kerajaan Hindu-Buddha.

Tidak hanya di Indonesia, pengaruh tersebut juga menyebar hingga negara-negara Asia lainnya. Pasalnya, penyebaran bahasa Sansekerta ini telah terjadi sejak abad ke-6 sebelum masehi (SM) di negara-negara kawasan Samudera Hindia.

Misalnya, ada mata uang “rufiyah” di Maladewa, mirip dengan kata “rupiyah” yang menjadi dasar nama mata uang rupiah Indonesia. Hingga saat ini, tercatat ada tujuh mata uang yang memiliki kemiripan nama dengan rupiah:

  1. Rupee India (रुपया)
  2. Rufiyaa Maladewa (ދިވެހި ރުފިޔ)
  3. Rupee Mauritius (roupie)
  4. Rupee Nepal (रूपैयाँ)
  5. Rupee Pakistan (روپي)
  6. Rupee Seychelles (roupi, roupie)
  7. Rupee Sri Lanka (ரூபாய்)

Sejarah Rupiah sebagai mata uang Indonesia

Sejarah Rupiah bisa dibagi menjadi beberapa fase penting. Mulai dari zaman penjajahan Jepang, keberadaan NICA, hingga diluncurkannya ORI.

Zaman penjajahan Jepang

Ketika masa pendudukan Jepang pada tahun 1942 hingga 1945, Indonesia memakai mata uang yang dibawa Jepang, termasuk uang lokal dan gulden.

Jepang juga melikuidasi bank, termasuk De Javasche Bank. Mereka kemudian mencetak uang baru lewat De Japansche Regeering dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah sejak Maret 1942.

Pada 1944, Jepang mengeluarkan uang kertas berbahasa Indonesia yang masih tetap dipakai pemerintah Indonesia sampai tahun 1946 atau hingga pemerintah baru mampu mencetak uang sendiri.

Uang NICA

Pada akhir masa penjajahan Jepang, Belanda berusaha merebut kembali Indonesia lewat Nederlandsch Indië Civiele Administratie (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) atau NICA.

Pada 1943, NICA mulai mencetak gulden NICA yang disebarkan di Papua, Maluku, dan Kalimantan. Ketika uang NICA tersebut muncul di Pulau Jawa, Soekarno mengeluarkan dekrit (keputusan) pada tanggal 2 Oktober 1945 yang menyatakan bahwa uang kertas NICA illegal.

Karena mengalami kesulitan dalam peredaran uang ini, lambat laun uang NICA tidak lagi digunakan.

Oeang Republik Indonesia (ORI)

Pada awal kemerdekaan, Indonesia menggunakan mata uang yang bernama Oeang Republik Indonesia (ORI). Sejarahnya bermula pada 7 November 1945 ketika Menteri Keuangan A.A. Maramis membentuk Panitia Penyelenggara Pencetakan Uang Kertas Republik Indonesia.

Setelah rapat tersebut, ORI mulai dicetak pada Januari 1946 di Jakarta. Namun, pada Mei 1946, karena situasi keamanan yang kurang kondusif, pencetakan uang di Jakarta dihentikan. Pencetakan dialihkan ke kota-kota kecil seperti seperti Yogyakarta, Surakarta, Malang, dan Ponorogo.

ORI ditetapkan sebagai mata uang Indonesia secara sah mulai 30 Oktober 1946 pukul 00.00 WIB. Hal ini membuat pemerintah menarik uang Jepang dan Belanda yang masih beredar.

Setelah pembentukan Republik Indonesia Serikat pada tahun 1949, mata uang kembali diseragamkan untuk semua wilayah RIS.

Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara diberi wewenang penuh untuk mengeluarkan uang kertas yang diberi nama Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA).

Setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk, ORI dan ORIDA ditarik karena peredarannya terlalu banyak.

Penarikan tersebut dilakukan lewat kebijakan Gunting Sjafruddin, yakni menggunting uang yang nilainya Rp5,00 ke atas. Kebijakan tersebut dilakukan dengan menyetorkannya ke dalam rekening  yang dibekukan.

Rupiah

Mata uang rupiah mulai digunakan setelah nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI) pada Desember 1951. BI ditetapkan sebagai bank sentral dengan UU No. 11 Tahun 1953 yang mulai berlaku pada 1 Juli 1953.

Setelah BI berdiri, terdapat dua macam uang rupiah yang berlaku sebagai alat pembayaran sah, yaitu uang yang diterbitkan Pemerintah Republik Indonesia (Kementerian Keuangan) dan uang yang diterbitkan Bank Indonesia.

Pemerintah menerbitkan uang kertas dan logam pecahan di bawah nominal Rp5, sedangkan BI menerbitkan uang kertas dalam pecahan Rp5 ke atas. Setelah tahun 1968, BI menjadi satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan uang Rupiah.

Kini berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, mata uang rupiah memuat tanda tangan pemerintah dan Bank Indonesia. Pemerintah diwakili Menteri Keuangan, sedangkan BI diwakili Gubernur Bank Indonesia yang menjabat.

Pecahan mata uang Indonesia

Rupiah merupakan mata uang Indonesia dengan kode ISO 4217 IDR. Rupiah memiliki simbol berupa Rp yang ditulis di depan angka nominal, misalnya Rp50.000. Mata uang ini dicetak Perum Peruri dan diatur peredarannya oleh Bank Sentral, Bank Indonesia.

Rupiah terdiri dari uang kertas dan uang koin dengan desain khusus yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Berikut denominasi mata uang rupiah yang digunakan hingga saat ini.

Denominasi uang kertas rupiah

  • Rp1.000
  • Rp2.000
  • Rp5.000
  • Rp10.000
  • Rp20.000
  • Rp50.000
  • Rp75.000
  • Rp100.000
  • Denominasi uang koin rupiah

  • Rp100
  • Rp200
  • Rp500
  • Rp1.000
  • Itu tadi informasi mengenai Rupiah sebagai mata uang Indonesia. Buat kamu yang mau tahu lebih banyak tentang mata uang ataupun asuransi? Lihat pertanyaan populer seputar topik-topik tersebut di Tanya Lifepal.

    Tanya jawab seputar Rupiah

    Saat artikel ini diterbitkan nilai 1 Dolar AS ke Rupiah adalah Rp14.373,95.

    Ada beberapa faktor kenapa Rupiah bernilai rendah terhadap mata uang negara lain, khususnya Dolar Amerika Serikat. Faktor utama adalah penukaran Rupiah ke Dolar lebih tinggi.

    Penukaran Rupiah ke Dolar yang tinggi didorong pilihan investor asing untuk memindahkan uangnya dari Indonesia ke negara lain yang menawarkan keuntungan investasi lebih tinggi. Faktor pendorong lainnya adalah tingginya volume impor ketimbang ekspor Indonesia.