Melonjaknya Angka Penyakit Tidak Menular Bikin Negara Rugi, Mengapa?

Penyakit Tidak Menular

Penyakit tidak menular masih menjadi momok menakutkan yang dihadapi berbagai negara di dunia. Data WHO menyebutkan, sebanyak 75 persen beban kematian karena penyakit tidak menular terjadi di negara berkembang, salah satunya Indonesia. 

Pasalnya, kasus penyakit tidak menular itu meningkat lebih cepat ke kelompok usia yang semakin muda. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menyebutkan, prevalensi penyakit tidak menular naik dari tahun 2013.

Penyakit tidak menular yang umum terjadi di Indonesia ialah hipertensi atau tekanan darah tinggi, stroke, gagal jantung, diabetes melitus hingga kanker.

Hipertensi merupakan penyakit yang umum terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Hipertensi disebut juga sebagai pembunuh senyap, karena sering kali tidak bergejala.

Stroke adalah kondisi terganggunya suplai darah ke otak. Ketika ini terjadi, otak tidak mendapatkan cukup oksigen dan zat gizi sehingga sel-sel otak pun mulai mati.

Gagal jantung merupakan kondisi saat katup jantung tidak bisa memompa darah ke seluruh tubuh dengan benar. Gagal jantung tidak berarti jantung Anda berhenti bekerja secara keseluruhan, melainkan kondisi saat kerja jantung melemah sehingga tidak optimal.

Diabetes adalah penyakit gangguan metabolik yang menahun atau kronis akibat pankreas tidak cukup produksi hormon insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif.

Sementara itu, kanker masih menjadi pembunuh mematikan di Indonesia. Gaya hidup tidak aktif hingga faktor keturunan jadi penyebab utama penyakit ini.

Apa saja penyumbang penyebab penyakit tidak menular dan bagaimana dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi? Yuk, simak pemaparannya seperti dilansir Suara.com jaringan MoneySmart:

Gaya hidup

Gaya hidup seperti kurang aktivitas fisik, kurang konsumsi sayur dan buah, obesitas, merokok, dan konsumsi alkohol merupakan penyumbang sekitar 80 persen faktor risiko penyakit tidak menular.

“Hampir dua pertiga dari total kematian akibat penyakit tidak menular terkait dengan konsumsi rokok, konsumsi alkohol yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, aktivitas fisik yang kurang, dan polusi udara,” kata Dr Farrukh Qureshi dari WHO Indonesia dalam International Symposium on Health Research di Prime Plaza Sanur, Bali, akhir November 2019 lalu.

Baca juga: Gak Cuma Kanker, Ini 6 Penyakit yang Biayanya Mahal Minta Ampun

Pengaruhi pertumbuhan ekonomi

Representatif Aliansi Penyakit Tidak Menular Indonesia, Ibnu Haykal, memaparkan penyakit tidak menular telah menghambat pertumbuhan ekonomi di tingkat global dan nasional dengan memengaruhi produktivitas pekerja secara negatif dan mengalihkan sumber daya dari tujuan produktif ke pengobatan penyakit.

Penyakit tidak menular diperkirakan telah menyebabkan kerugian ekonomi global kumulatif US$ 47 triliun USD pada tahun 2030, atau sekitar 75 persen dari PDB global 2010.

Penelitian yang dilakukan World Obesity Federation memprediksi pada tahun 2025 sepertiga populasi dunia akan hidup dengan obesitas.

Pada tahun sama, WHO memprediksi akan ada lebih banyak anak-anak dan remaja yang mengalami obesitas daripada berat badan kurang.

Sementara jumlah total orang yang menderita diabetes akan mendekati 500 juta. Pada tahun 2025 lebih dari 320 juta orang akan meninggal karena penyakit tidak menular.

Kasus penyakit tidak menular di Indonesia

Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia mengalami kenaikan di bandingkan data Riskesdas 2013.

Prevalensi kanker naik dari 1,4 persen pada Riskesdas 2013 menjadi 1,8 persen pada 2018. Prevalensi stroke juga naik dari 7 persen pada 2013 menjadi 10,9 persen pada 2018.

“Berdasarkan data yang tercatat pada Sistem Registrasi Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, angka kematian karena penyakit tidak menular pada 1990 adalah 37 persen. Satu dekade kemudian, angka ini meningkat menjadi 49 persen,” kata dr. Asmoko Resta Permana, Sp.JP dari Yayasan Jantung Indonesia. 

“Kemudian, meningkat lagi menjadi 58 persen pada 2010. Lalu naik menjadi 71 persen pada 2014. Penyakit kardiovaskular dan diabetes menempati urutan teratas pada beban penyakit tidak menular secara nasional,” sambungnya.

Kasus dimensia juga mengalami peningkatan. Menurut Direktur Eksekutif Alzheimer Indonesia (ALZI), Patricia Tumbelaka, jumlah orang dengan demensia (ODD) telah mencapai 1,2 juta orang pada 2019. 

Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga 4 juta orang di tahun 2050 dan akan memberi beban ekonomi senilai lebih dari US$ 2,2 miliar.

Dampaknya terhadap sosial-ekonomi

WHO mengungkapkan, penyakit tidak menular mengancam kemajuan menuju Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan, yang mencakup target mengurangi kematian dini akibat penyakit tidak menular sebesar sepertiga pada tahun 2030.

Itu membuat orang yang rentan dan kurang beruntung secara sosial jadi lebih sakit dan akan mati lebih cepat daripada orang-orang di posisi sosial lebih tinggi.

Pasalnya, mereka berisiko lebih besar terpapar produk berbahaya seperti tembakau, atau praktik diet tidak sehat, dan memiliki akses terbatas ke layanan kesehatan.

Dengan sumber daya yang rendah, biaya perawatan kesehatan untuk penyakit tidak menular dengan cepat menghabiskan pemasukan dalam rumah tangga. 

Biaya penyakit tidak menular yang selangit, termasuk perawatan yang seringkali panjang dan mahal serta hilangnya pencari nafkah, memaksa jutaan orang jatuh miskin setiap tahun dan menghambat pembangunan.

Dengan kondisi tersebut, dibutuhkan komitmen global untuk memerangi penyakit tidak menular. PBB melakukan pertemuan tingkat tinggi tentang Penyakit Tidak Menular pada 2018 untuk membahas cakupan kesehatan universal (UHC) di tingkat politik tertinggi, yang diselenggarakan 23 September 2019. 

Itulah bahaya penyakit tidak menular yang dapat membuat negara semakin rugi. Semoga informasi ini bermanfaat!