Bingung Menikah Atau Punya Rumah Dulu, Ini Jawabannya!

Menikah-WB

Ketika memasuki usia dewasa dan bersiap untuk memiliki keluarga atau menikah, kadang kala dihadapkan pilihan yang membuat pusing memilihnya. Tak heran pilihan menikah dahulu atau memiliki properti dulu menjadi persoalan yang cukup pelik bagi generasi muda yang tengah siap menikah.

Akan tetapi, pilihan ini bisa dilihat berdasarkan skala prioritas masing-masing dan tergantung dengan latar belakang sosial maupun ekonomi. Andi Nugroho Perencana Keuangan dari Mitra Rencana Edukasi (MRE) mengungkapkan bagaimana cara mengatasi peliknya pilihan tersebut.

Menurutnya, pilihan nikah atau memiliki properti tentu tergantung dengan latar belakang masing-masing pasangan. “Tergantung dari keyakinan atas konsep pernikahan dan kemampuan masing-masing pasangan,” kata Andi kepada Lifepal.co.id.

Bahkan, ada sebagian orang yang meyakini bahwa pernikahan adalah salah satu cara menjauhkan diri dari perbuatan asusila dan fitnah dari orang lain.

“Karena ada orang yang meyakini bahwa daripada terjebak zina dan fitnah, lebih baik pernikahan disegerakan, Sebab akan dapat mendatangkan keberkahan dan juga rezeki yang bisa digunakan untuk membeli rumah,” ungkap Andi.

Selain itu, jika yang beranggapan memiliki rumah sebelum menikah adalah pilihan yang tepat. Sebab harus lebih siap secara finansial, karena ada sebagian masyarakat khususnya orang tua ciri-ciri calon laki-laki yang baik adalah yang sudah mapan dan akan mampu menjadi kepala keluarga yang baik nantinya.

“Bagi mereka yang meyakini bahwa sebelum menikah harus siap secara finansial termasuk rumah, tentu akan berusaha berjuang untuk mencapai goals-nya tersebut lebih dulu. Bagi orang tua yang meyakini hal itu tentunya juga akan enggan mengijinkan anaknya untuk dinikahi oleh seseorang yang blm punya rumah sendiri,” papar Andi.

Memilih Beli Rumah Dahulu, Hal Ini Harus Disiapkan

Sementara itu, Andi menjelaskan, jika pilihan jatuh pada membeli rumah dahulu sebelum menikah. Tentu ada beberapa hal yang harus disiapkan dengan matang. Hal ini terutama menyangkut biaya pembelian rumah, hingga biaya administrasi, hingga biaya cicilan jika menggunakan skema kredit.

“Harus menyiapkan dana minimal untuk membayar DP pembelian rumah, yang besarnya kira-kira 20 persen dari harga rumah plus dana untuk mengurus administrasi dan dokumen-dokumennya, berkisar 10 persen dari harga rumah,” kata Andi.

Jika diasumsikan harga rumah sebesar Rp 300 juga, maka dana yang perlu disiapkan adalah 30 persen dari Rp 300 juta, yakni Rp 90 juta.

Dana Rp 90 juta tersebut bisa dikumpulkan dengan cara menabung atau menyisihkan dari penghasilan setiap bulan. Jika dengan asumsi penghasilan Rp 5 juta per bulan, dan menyisihkan 50 persen dari penghasilan atau Rp 2,5 juta untuk kebutuhan membeli rumah, maka dibutuhkan waktu 36 bulan untuk menabung. 

“Sisi baiknya, rumah adalah barang produktif yang harganya dapat naik terus. Jadi sambil kita nyicil pembayaran KPR nya harganya akan dapat naik terus,” terang Andi.

Memilih Menikah Dahulu, Kecilkan Gengsi Sosial

Kemudian jika memilih menikah dulu hal yang harus diperhatikan adalah mengecilkan atau mengesampingkan ego sosial. Andi menegaskan, biaya pernikahan saat ini tidaklah begitu tinggi, akan tetapi yang membuat membengkaknya biaya jika adalah persoalan gengsi dan faktor sosial lainnya.

“Pada hakekatnya, menikah itu murah biayanya, yang mahal itu biaya sosialnya. Di daerah Jakarta, bila kita melakukan akan nikah di kantor KUA, biayanya hanya Rp 100 ribu. Itu udah sah sebagai suami istri. Tapi yang mau hanya ritualnya sampai disitu saja kan bisa jadi sangat jarang,” ungkapnya.

Menurutnya, yang membuat mahal biaya resepsi adalah persoalan gengsi semata, terlebih jika calon mempelai dari keluarga yang terhormat atau terpandang.

“Maka yang mahal biaya resepsi pernikahannya. Apalagi bila pasangan tersebut berasal dari keluarga yang cukup terpandang di masyarakat. Tentu standarnya akan jadi tinggi. Meski demikian, harus kita dan orangtua pahami bahwa pesta resepsi pernikahan sebaiknya disesuaikan drngan budget yang ada, bukan hanya demi status sosial,” jelas Andi.

Akan tetapi, Andi mengatakan hal tersebut tidaklah mudah terlaksana, karena perlu persetujuan banyak pihak dari anggota keluarga.

“Dan saya yakin hal tersebut butuh perjuangan untuk meyakinkan keluarga besar bila memutuskan hal itu. Daripada uang habis dan bahkan harus berhutang untuk membiayai pesta pernikahan. Tentunya lebih baik uangnya dihemat sehingga bisa digunakan untuk membeli rumah ataupun mengisi rumah dengan perabotan,” kata Andi.

Editor: Ayyi Achmad Hidayah