Mau Buka Bisnis di Jakarta? Jangan Pilih 5 Usaha Rawan Gagal Ini

Mau Buka Bisnis di Jakarta? Jangan Pilih 5 Usaha Rawan Gagal Ini

Membangun usaha, meskipun kecil-kecilan, tentu bagus buat masa depan. Apalagi, gak sedikit kan cerita sukses tentang usaha kecil atau usaha skala rumahan yang akhirnya jadi raksasa bisnis.

Akan tetapi, tumbuh kembangnya sebuah usaha kecil jadi raksasa atau konglomerasi bukanlah hal yang mudah. Mereka rata-rata mengalami jatuh bangun dalam mewujudkan impiannya. Bahkan, banyak juga dari antara mereka yang harus merasakan bangkrut!

Sejatinya, apapun bisnisnya, tentu bisa berkembang kalau pendirinya handal. Tapi buat para pengusaha pemula, amat disarankan untuk mendirikan bisnis yang memang aman.

“Aman” di sini maksudnya adalah bisa balik balik modal dan minim biaya operasional. Akan tetapi, itu semua tentu balik lagi dari kemampuan si pemilik usaha.

Pada kesempatan ini, MoneySmart bakal ngebocorin ke kamu soal usaha kecil-kecilan yang rawan bangkrut di Jakarta. Tapi, bukan berarti usaha seperti ini jelek dan gak boleh dilakoni lho.

Hanya saja, usaha-usaha berikut ini udah terlalu menjamur. Otomatis, persaingan usahanya sangat ketat.

Mau tahu lebih lanjut? Simak di bawah ini.

1. Tempat ngopi ngehits

Gak sedikit orang-orang di Jakarta yang memang hobi kopi sambil hangout dan gak sedikit pula yang menjadikan bisnis kedai kopi jadi pilihan usaha. Akan tetapi, apakah peluang usaha ini menguntungkan banget dan cepat balik modal? Belum tentu.

Beberapa permasalahan yang bakal menghantui orang dengan usaha kecil-kecilan berupa kedai kopi adalah biaya operasional. Itu tentunya masih di luar harga mesin kopi yang luar biasa mahal lho.

Pertama, mereka harus membeli kopi langsung dari petani dengan harga yang sudah ditetapkan. Belum lagi, ada sewa bangunan yang harus mereka bayar secara rutin perbulan atau per enam bulan, dan yang terakhir adalah gaji pegawai.

Mengingat banyaknya kedai kopi yang ada di Indonesia, maka para pendiri usaha harus mencari tahu pembeda antara kedai kopinya dengan yang lain. Ketika kedai kopi mereka sama saja dengan yang lain, maka jangan harap mereka bisa punya kedai sekaliber Starbucks atau Coffee Beans di masa depan.

Jika memang tertarik menjalani bisnis kopi, mungkin warung kopi pinggiran bisa jadi pilihan terlebih dulu sebelum kamu memilih kedai kopi ngehits. Ya memang sih kopinya bukan dari biji pilihan, akan tetapi kamu bisa belajar dulu untuk mengenali konsumen-konsumennya.

2. MLM

MLM atau multi level marketing juga merupakan salah satu usaha yang kerap dijauhi masyarakat. Mengapa? Karena gak sedikit dari skema bisnis ini yang berujung pada penipuan. Alhasil apapun yang berbau MLM akan disangkut pautkan pada bisnis tipu-tipu.

MLM sejatinya mencoba menggabungkan sebuah usaha dan investasi. Seolah dengan modal jualan produk, lambat laun seseorang bisa punya penghasilan pasif.

Jika ditelusuri lebih lanjut, konsep bisnis MLM adalah sebuah bisnis berjenjang.

Sebut saja, kamu membeli sebuah permen dari orang lain (anggota perusahaan MLM), namun keuntungan yang kamu dapat diberikan langsung oleh perusahaan MLM produsen permen itu. Alias bukan dari orang penjual permen.

Lalu ketika permen itu laris, maka bukan cuma kamu yang dapat keuntungan. Si penjual permen itu juga dapat untung.

Alhasil, gak sedikit para pejuang MLM yang akhirnya jadi sibuk untuk memilih calon partner untuk jualan produk ketimbang fokus menjajakannya ke konsumen. Malah yang lebih parah adalah, setiap ketemu konsumen, si pejuang ini malah mengajak konsumen itu untuk jualan produk.

Di samping itu, perusahaan MLM yang ada juga kerap menawarkan iming-iming hadiah bagi mereka yang bisa memperluas jaringannya. Celakanya, bisa jadi perusahaan MLM yang bersangkutan gak punya Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).

Oleh karena itu, mending buka usaha kecil-kecilan yang pasti aja deh. Jangan yang penuh iming-iming seperti ini.

3. Restoran

Sebagai usaha kecil-kecilan, restoran atau rumah makan tentu punya kasus yang gak jauh beda dengan kedai kopi. Malah, bisa dibilang biaya operasionalnya jauh lebih besar.

Persaingan usaha restoran juga cukup ketat. Apalagi jika ada dua restoran dengan menu andalan sama berdiri di lokasi berdekatan.

Bila kamu memang tertarik berbisnis kuliner namun masih awam dalam dunia usaha, lebih baik buka saja warung makan alias warteg.

Warteg memang tidak membutuhkan modal sebesar mendirikan restoran. Namun, dengan belajar mengelola warung makan dengan baik, bisa jadi kamu dapat pelajaran berharga saat kelak mengelola manajemen restoran.

4. Distro

Mantan anak gaul Tebet dan Rawamangun gak mungkin gak tahu soal bisnis clothing dan distribution store alias distro.

Judulnya saja sudah distribution store, itu artinya mereka juga harus gelontorkan dana untuk membuka toko. Dana ini termasuk biaya sewa ruko tentunya.

Per tahun 2016, lebih tepatnya saat lebaran, sempat dikabarkan di media bahwa bisnis distro mengalami penurunan yang cukup drastis. Bukan cuma urusan operasional yang membuat para pemilik distro pusing, melainkan juga harga sewa ruko yang melambung.

Alhasil, gak sedikit dari pemilik distro yang akhirnya memilih untuk menjalankan bisnis online saja. Cerdas sih, dengan bisnis online, biaya operasional bisa ditekan.

Selain dua faktor tersebut, gak dipungkiri bahwa kehadiran e-commerce membuat distro makin morat-marit. Jangankan distro, gerai pakaian sekelas Banana Republic, GAP, dan lainnya saja bisa tutup. Apalagi yang sifatnya cuma UKM.

5. Studio musik jadul

Ngeband mungkin jadi hobi yang membanggakan di era tahun 90an hingga 2000an awal. Oleh karena itu, gak sedikit orang yang akhirnya memutuskan untuk mendirikan studio musik yang bisa disewakan per jam.

Anak sekolah, anak kuliahan, hingga orang kantoran pun saat itu hobi nge-jam guna melepas lelah usai beraktivitas. Gak jarang juga, dari studio band itu lahir pulalah selebriti di dunia musik.

Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, bisnis ini pun kian meredup. Terutama bagi studio musik yang alatnya itu-itu saja dan gak melakukan pembaharuan.

Mungkin saja, mereka yang bisa survive adalah studio yang menyediakan jasa recording. Akan tetapi, di era digital, berkembang pula sistem digital recording yang memudahkan seseorang merekam suara instrumen hanya bermodal laptop dan bisa dilakukan di rumah.

Tantangan memiliki studio musik juga cukup besar. Yang pertama adalah biaya operasional seperti iuran listrik dan ongkos perawatan alat-alat musik. Belum lagi untuk gaji karyawan dan sewa lokasi.

Gak sedikit juga studio musik di Jakarta yang berlokasi di rumah pemilik studio. Akan tetapi, gak semua rumah itu strategis bukan? Belum tentu juga rumah itu punya parkiran yang cukup luas untuk menampung kendaraan para anak-anak band.

Bisnis ini memang berbasis komunitas. Rata-rata anak band pun punya studio langganan untuk mereka latihan, dan studio itu tentu sudah berdiri sejak lama.

Itulah lima usaha kecil-kecilan di Jakarta yang rentan bangkrut. Pada intinya, bukan berarti bisnis-bisnis tersebut sepi peminat, melainkan lebih kepada persaingan usahanya yang memang cukup besar dan biaya operasionalnya yang gak sedikit.

Tapi khusus yang nomor dua, mungkin paling berbeda dengan yang lain. Rata-rata bisnis ini ditinggalkan gitu saja oleh para pelakunya karena merasa di-php oleh perusahaan pemegang mereknya. Pasalnya, pada banyak kasus, modal usaha dan tenaga luar biasa besar yang dikeluarkan sama sekali gak menghasilkan keuntungan. Yang ada malah rugi.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by MoneySmart.ID (@moneysmartid) on Sep 10, 2018 at 1:04am PDT